Minggu, 02 September 2012

Poklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan Pembentukan Pemerintahan Republik Indonesia FOR CLASIS XII IPS HISTORY

Poklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan Pembentukan Pemerintahan Republik Indonesia
A)     Peristiwa Penting Sekitar Proklamasi Kemerdekaan
I)        Peristiwa Rengasdengklok. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu. Dengan menyerahnya Jepang berarti situasinya telah berubah. Jepang tidak lagi memerintah Indonesia tetapi hanya berfungsi sebagai penjaga “status quo” yakni menjaga situasi dan kondisi seperti pada masa perang dan melarang adanya perubahan-perubahan di Indonesia, dengan demikian kemerdekaan tidak mungkin bisa di dapat dari Jepang. Oleh karena itu, pada tanggal 15 Agustus 1945 itu juga para pemuda dipimpin oleh Chaerul Saleh mengadakan rapat di ruang Laboratorium Mikrobiologi di Pegangsaan Timur untuk membicarakan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan tanpa bantuan Jepang. Dalam rapat dihasilkan keputusan bahwa: pertama, mendesak Bung Karno dan Bung Hatta agar melepaskan ikatannya dengan Jepang dan harus bermusyawarah dengan pemuda; kedua, mendesak Bung Karno dan Bung Hatta agar dengan atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan malam itu juga atau paling lambat tanggal 16 Agustus 1945. Keputusan tersebut disampaikan oleh Darwis dan Wikana kepada Bung Karno dan Bung Hatta di rumah kediamannya. Akan tetapi Bung Karno dan Bung Hatta menolak dengan alasan bahwa beliau tidak akan memproklamirkan kemerdekaan tanpa perantara Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), sebab PPKI merupakan wakil-wakil bangsa Indonesia dari Sabang, Nanggro Aceh Darussalam sampai Merauke, Papua. Sedangkan golongan pemuda berpendapat bahwa PPKI adalah buatan Jepang. Karena tidak ada kata sepakat, pada hari itu juga (15 Agustus 1945) dini hari di asrama Baperpi (Kebun Binatang Cikini) golongan pemuda mengadakan rapat kembali dan mereka sepakat untuk menjauhkan Bung Karno dan Bung Hatta dari pengaruh Jepang ke luar kota. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, Sukarni, Yusuf Kunto, dan Singgih membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, yaitu di tempat kedudukan sebuah Cudan (Kompi) Pembela Tanah Air (PETA) yang dikomandani Cudancu Subeno.peristiwa ini baru berakhir setelah Ahmad Soebardjo memberikan jaminan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia segera dikumandangkan paling lambat keesokan harinya. Cudancu Subeno bersedia melepaskan Bung Karno dan Bung Hatta. Pada hari itu juga Bung Karno dan Bung Hatta kembali ke Jakarta.
II)      Perumusan teks Proklamasi. Perumusan teks proklamasi dilaksanakan di rumah Laksamana Tadasi Maeda, seorang Angkatan Laut Jepang yang bersimpati dengan perjuangan bangsa Indonesia. Tokoh yang bertindak sebagai perumus teks proklamasi berasal dari golongan tuam yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Sedangkan yang bertindak sebagai saksi berasal dari golongan muda, yaitu: Burhanuddin Muhammad Diah (BM Diah), Sayuti Melik, Sukarni, Sudiro. Atas dasar musyawarah dan diskusi dihasilkan: Pertama, teks proklamasi yang Klad: teks proklamasi  yang di tulis tangan Bung Karno yang sebelumnya didektekan oleh Bung Hatta dan isinya masih bersifat Konsep; kedua, teks proklamasi yang Otentik: teks proklamasi diketik oleh Sayuti Melik dan ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta serta dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945.
III)    Pada tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB dibacakanlah pernyataan proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Bung Karno di jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Kemudian acara dilanjutkan dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih yang dilakukan pemuda Suhud dan Latif Hendraningrat dengan diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Kemudian dilanjutkan deengan sambutan Wali Kota Jakarta Suwiryo dan sambutan dari Dr. Muwardi sebagai kepala keamanan. Untuk memperluas berita proklamasi kemerdekaan Indonesia pada sore harinya Syahrudin (Wartawan Kantor Domei) menyampaikan teks proklamasi kepada Waidan B Paknawan (Kepala bagian Radio) selanjutnya memerintahkan kepada Makronis F. Wuz untuk menyiarkan berita proklamasi tiga kali berturut-turut, dan sejak itu pula berita proklamasi berkumandang ke seluruh dunia. Berita proklamasi juga disiarkan melalui surat kabar “Suara Asia” yang terbit di Surabaya dan surat kabar “Cahaya” yang terbit di Bandung. Proklamasi kemerdekaan Indonesia mempunyai dua arti penting, yaitu: pertama, Bangsa Indonesia dengan tekad dan kekuatan sendiri menjadi bangsa yang merdeka bebas dari penjajah asing yang telah dideritanya selama tiga setengah abad dan tiga setengah tahun. Bangsa Indonesia akan mengatur sendiri negaranya dan mempertahankannya dari gangguan dunia luar; Kedua, bangsa Indonesia menjadi pelopor bangsa Asia-Afrika karena merupakan bangsa yang pertama merdeka setelah Perang Dunia II, yaitu hanya tiga hari setelah perang selesai.
IV)   Sambutan Rakyat Indonesia terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

a)     Sambutan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Ibu Kota Negara, Jakarta. Pada tanggal 19 Desember 1945, para pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Komite Van Aksi yang dipimpin Sukarni melaksanakan Rapat Raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta dan dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kepada dunia internasional khususnya kepada Belanda, Jepang dan Sekutu bahwa Negara Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah benar-benar merdeka dan berdaulat penuh serta memenuhi syarat-syarat hukum internasional.
b)     Sambutan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Semarang, Syarief Sulaiman dan MS. Mintarjo membawanya ke gedung Jawa Hokokai yang pada saat itu sedang diadakan sidang di bawah pimpinan Mr. Wongso Negoro. Dalam siding dibacakan Teks Proklamasi serta menyanyika lagu kebangsaan Indonesia Raya. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 18 Agustus 1945.
c)     Sambutan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta, pada tanggal 5 September 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan bahwa Yogyakarta merupakan bagian dan menjadi Daerah Istimewa dalam Negara Republik Indonesia.
d)     Sambutan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Surabaya. Pada tanggal 19 September 1945 terjadi insiden Bendera di Hotel Yamato. Arek-arek Surabaya dipimpin Residen Sudirman menurunkan bendera Belanda yang dikibarkan oleh Mr. Plogman. Mereka merobek warna birunya dan mengibarkan kembali warna Merah Putihnya.
e)     Sambutan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Manado. Para pemuda yang tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia mengadakan gerakan di Tangsi Putih dan Tangsi Hitam untuk membebaskan para tawanan yang pro Republik Indonesia.
f)       Sambutan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Gorontalo. Pada tanggal 13 September 1945 terjadi perebutan senjata di markas-markas Jepang.
g)     Sambutan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Palembang. Pada tanggal 8 Oktober 1945 terjadi pengibaran Bendera Merah Putih yang dipimpin oleh Residen Sumatera Selatan Dr. A. K. Gani.
h)     Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Banda Aceh. Pada tanggal 6 Oktober 1945. Para pemuda yang tergabung dalam Angkatan Pemuda Indonesia berusaha menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Aceh.
B)      Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial-budaya dan Pembentukan Badan Kelengkapan Negara
I)        Kehidupan Politik, pembentukan Tentara Nasional dan Badan Kelengkapan Negara
a)     Kehidupan Poltik dan Pembentukan Tentara Nasional.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama. Beberapa keputusan yang dihasilkan adalah:
i)       Mengesahkan Undang-Undang Dasar yang kemudian dikenal sebagai Undang-undang Dasar 1945. Ada beberapa perubahan penting dalam proses pengesahan Undang-undang Dasar 1945 yang diusulkan oleh Bung Hatta, yaitu: Pertama, sila pertama dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa; kedua, mengenai Bab III Pasal 6 yang berbunyi: Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam, kata “dan beragama Islam” dihilangkan.
ii)     Memilih Presiden dan Wakil Presiden. Atas usul Otto Iskandardinata, akhirnya disetujui secara aklamasi bahwa Bung Karno diangkat sebagai presiden dan Bung Hatta sebagai wakil presiden.
iii)   Membentuk sebuah Komite Nasional untuk membantu Presiden selama Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR belum terbentuk.
Dalam siding hari kedua (19 Agustus 1945), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil tiga keputusan yang bersifat pelaksanaan, yaitu: pertama, membentuk Komite Nasional Indonesia; kedua, merancang pembentukan 12 departemen dan menunjuk para menterinya; ketiga, menetapkan pembagian wilayah Republik Indonesia atas 8 provinsi.
Selanjutnya pada tanggal 12 Agustus 1945, Presiden mengumumkan dibentuknya tiga badan baru, yaitu:
i)       KomiteNasional Indonesia, yang terdiri dari: pertama, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang diketuai oleh Mr. Kasman Singodimedjo; kedua, Komite Nasional Indonesia Daerah yang berkedudukan di daerah provinsi. Sejak dikeluaran Maklumat pemerintah No. X  tanggal 16 Oktober 1945 maka tugas KNIP tidak hanya membantu Presiden, melainkan berfungsi sebagai badan legislative dan berhak ikut menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
ii)     Badan Keamanan Rakyat (BKR), berfungsi sebagai: Pertama, sebagai penjaga keamanan di masing-masing daerah; kedua, sebagai badan untuk menolong korban bencana perang. Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) menimbulkan rasa tidak puas di kalangan pemuda. Para pemuda membentuk badan-badan perjuangan sebagai lascar bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Badan-badan perjuangan tersebut di antaranya: Angkatan Pemuda Indonesia (API), Hisbullah, Sabilillah, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi, Pemuda Indonesia Maluku, Barisan Banteng, dan lain-lain. Kemudian untuk mempersatukan Komando Perjuangan, Pemerintah mengeluarkan suatu Maklumat tanggal 5 Oktober 1945 tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat dan sejak itu Badan Keamanan Rakyat (BKR) berupah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), sedangkan markas besarnya berada di Yogyakarta. Pimpinan tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) diberikan kepada Soepriyadi (kemudian diganti oleh Kolonel Sudirman). Sedangkan Oerip Soemohardjo terpilih menjadi Kepala Staf Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 1 Januari 1946 diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Perubahan ini bukan hanya dalam Angkatan Darat tetapi juga dalam Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Kepala Staf Tentara Republik Indonesia (TRI) Angkatan Laut dijabat oleh Laksamana Muda Moh. Nazir. Sedangkan Kepolisian Negara sejak 1946 ditempatkan lagsung di bawah Perdana Menteri sebagai Jawatan tersendiri, dan R. Soekanto Tjokroadmodjo sebagai Kepala Kepolisian Negara yang pertama. Untuk mempersatukan badan-badan perjuangan, maka pemerintah membentuk Biro Perjuangan yang berada di bawah Kementrian Pertahanan. Selanjutnya pada tanggal 5 Mei 1947 Presiden Sukarno mengeluarkan Penetapan Presiden yang intinya mempersatukan Tentara Republik Indonesia (TRI) dengan badan-badan perjuangan rakyat (Badan-badan perjuangan nantinya disebut menjadi Tentara Republik Indonesia/ TRI). Kemudian pada tanggal 3 Juni 1946 pemerintah mempersatukan Tentara Republik Indonesia (TRI) Angkatan Darat, Tentara Republik Indonesia (TRI) Angkatan Udara, Tentara Republik Indonesia (TRI) Angkatan Laut dan Kepolisian menjadi Tentara Nasional Indonesia. Kemudian pada tanggal 5 Oktober 1964 diubah menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan dikuatkan dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1969.
iii)   Pembentukan Partai Nasional Indonesia. Pembentukan Partai Nasional Indonesia sebagai satu-satunya partai ternyata ditolak oleh masyarakat. Akhirnya pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang mengijinkan berdirinya partai-partai. Sejak saat itu lahirlah berbagai partai-partai politik seperti beraliran agama (Partai Masyumi dengan ketuanya Dr. Sukiman, Partai Persatuan Tarbiyah Islamiah dengan ketuanya Sirajuddin Abbas, Partai Katolik dengan ketuanya I. J. Kasmo, Partai Kristen dengan ketuanya Dr. J. Leimena), beraliran nasionalis (Partai Nasional Indonesia dengan ketuanya S. Mangunsarkoro), beraliran sosialis (Partai Sosialis dengan ketuanya Sutan Syahrir), beraliran komunis (Partai Komunis Indonesia dengan ketuanya Sarjono), dan lain-lain.
b)     Pembentukan Kabinet Republik Indonesia Pertama. Cabinet Republik Indonesia pertama menganut system pemerintahan presidensil dengan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil. Cabinet ini terdiri atas 12 Menteri pemimpin departemen dan 4 menteri Negara, kemudian diangkat pula Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Sekretaris Negara dan Juru Bicara Negara. Selain itu diangkat pula gubernur pada 8 propinsi: Sumatera: Mr. Tengku Mohammad Hasan, Jawa Barat: Sutardjo Kartohadikusumo, Jawa Tengah: Raden Panji Suroso, Jawa Timur: Raden M. Soerjo, Sunda Kecil: Mr. I Gusti Ketut Pudja, Maluku: Mr. J. Latuharhary, Sulawesi: Dr. J. Ratulangie, dan Kalimantan: Ir. Pangeran Mohammad Noer. Pada bulan Oktober 1945, Kelompok Sosialis di dalam Komite Nasional Pusat (KNIP) di bawah pimpinan Sutan Syahrir berhasil menyusun kekuatan di dalam Komite Nasional Pusat (KNIP) yang mendorong dibentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BP-KNIP). Langkah berikutnya Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BP-KNIP) mengirim surat kepada Presiden, supaya diadakan perubahan susunan pemerintah, baik mengenai personalianya maupun sifatnya, yang ternyata mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. Oleh karena itu sejak tanggal 14 November 1945 dikeluarkanlah Maklumat Pemerintah tentang pertanggungjawaban menteri kepala Dewan Perwakilan Rakyat (KNIP). Dengan demikian lahirlah system pemerintahan cabinet Parlementer untuk mengganti system pemerintah cabinet presidensil. Sebagai Perdana Menteri Pertama dijabat Sutan Syahrir.
II)      Kehidupan Ekonomi dan Sosial-Budaya
a)     Kehidupan Ekonomi.
Pada awal kemerdekaan ekonomi nasional sangat buruk, hal ini disebabkan oleh: Pertama, peredaran uang penduduk Jepang yang tidak terkendali sehingga terjadi inflasi; kedua, belum memiliki alat pembayaran yang syah sehingga ada tiga mata uang yang digunakan yaitu: Mata Uang De Javasche Bank, Mata Uang Pemerintahan Hindia-Belanda, dan Mata Uang Pendudukan Jepang; Ketiga, kas Negara dalam keadaan kosong, pajak dan bea masuk sangat minim; keempat, hasil produksi pertanian sulit di ekspor; kelima, Belanda menjalankan blokade ekonomi terhadap Pemerintahan Indonesia.
                Untuk mengatasi ekonomi yang sangat burut tersebut, Pemerintah mengambil kebijakan sebagai berikut: Pertama, mengeluarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1946 tentang penggunaan Uang Republik Indonesia dan berlaku sejak tanggal 25 Oktober 1946, tujuannya selain sebagai alat tukar resmi di seluruh wilayah Republik Indonesia, juga untuk mengganti jenis mata uang yang beredar sebelumnya. Kemudian pada tanggal 5 Juli 1946 dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1946 tentang Pendirian Bank Nasional Indonesia yang nantinya berkedudukan di Yogyakarta dengan Margono Djoyohadikusumo sebagai direkturnya yang pertama; kedua, Ir Soerahman (Menteri Keuangan) melaksanakan program “Pinjaman Nasional”; Ketiga, menghapus system ekonomi autharki local warisan penjajah Jepang dan kemudian diganti dengan system ekonomi sentralisasi; keempat, dikeluarkannya Plan Kasimo dari I. H. Kasimo Menteri Persediaan Makanan Rakyat yang berisi: memperbanyak kebun bibit dan padi unggul, mencegah hewan pertanian untuk disembelih, penanaman kembali tanah kosong, pemindahan penduduk Jawa ke pulau Sumatera; kelima, dibentuk Badan Pengawasan Makanan Rakyat (BPMR) yang kemudian diubah menjadi Badan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (BPPBM) dengan tujuan untuk mengawasi penyaluran bahan makanan rakyat; keenam, mengaktifkan kembali peranan pihak swasta dalam bidang perekonomian.
b)     Kehidupan Sosial Budaya
i)        Dalam bidang social, pemerintah menghapus segala bentuk diskriminasi seperti dalam struktur social zaman Belanda:
Zaman penjajahan Belanda, penggolongan diskriminasinya:
Kelas I   : warga Belanda-Eropa.
Kelas II  : Golongan Timur Asing.
Kelas III                : Pribumi.
Zaman penjajahan Jepang, penggolongan diskriminasinya:
Kelas I   : warga Jepang.
Kelas II  : Pribumi.
Kelas III                : Belanda-Timur Asing.
Sejak Indonesia merdeka diskriminasi seperti di atas dihapus, setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
ii)       Dalam bidang pendidikan. Menteri Pengajaran Ki Hajar Dewantara menginstruksikan: mewajibkan pengibaran bendera Merah-Putih di setiap kantor, mewajibkan menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam setiap upacara resmi, wajib menyampaikan semangat kebangsaan kepada generasi penerus, serta melarang pengibaran bendera Jepang, menyanyikan lagu kebangsaan Jepang dan menghapus pelajaran bahasa Jepang. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah mendirikan berbagai macam sekolah mulai Pendidikan Rendah (Sekolah Rakyat 6 Tahun), pendidikan Umum (Sekolah Lanjut Tingkat Pertama/ SLTP- Sekolah Lanjut Tingkat Atas/ SLTA), pendidikan kejuruan dalam berbagai bidang serta mendirikan Pendidikan Tinggi. Perguruan Tinggi yang pertama adalah Universitas Gajah Mada yang didirikan pada tahun 1949 dengan Prof. Dr. Sardjito sebagai rectornya yang pertama.
iii)      Selain itu penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional terus digalakkan. Dalam bidang sastra, lahir Angkatan 45 yang dipelopori Chairil Anwar dan Idrus. Dalam seni music lahir komponis-komponis berbakat yang menciptakan lagu-lagu bertema nasionalisme dengan tujuan untuk menanamkan semangat kebangsaan dan menghilangkan rasa rendah diri sebagai bangsa yang merdeka. Komponis-komponis tersebut diantaranya Ismail Marzuki dengan karyanya: Gagah Perwira, Gugur Bunga, Indonesia Pusaka, dan lain-lain. Cornel Simanjuntak dengan karyanya: Teguh Kukuh Berlapis Baja, Maju Indonesia, Tumpah Tanah Darahku, dan lain-lain. Kusbini dengan karyanya: Bagimu Negeri, Rela Pembangunan, dan lain-lain. Seni lukis juga berkembang dipelopori oleh Sudjoyono, Agus Djayasumita, Rusli, Soemardjo, Affandi, Basuki Abdullah, dan lain-lain. Seni drama dan Film dipelopori oleh Dr. Huyung, Usmar Ismail, Djamaludin Malik, Suryosumanto, Djayakusumo, dan lain-lain. Kemudian berkembang pula media komunikasi terutama surat kabar dengan lahirnya “Persatuan Wartawan Indonesia” pada tanggal 9 Februari 1946 dengan Mr. Soemanang sebagai ketuanya. Kemudian pada tanggal 8 Juni 1946 dibentuklah “Serikat Penerbit Surat Kabar”.